Selasa, 09 Februari 2010

Salah Obat Bisa Fatal


AWAS SALAH OBAT

Bentuknya memang kecil. Tapi kalau salah telan akibatnya bisa fatal. Kepala nyut-nyutan, perut perih karena maag, itu sih biasa. Namun tidak semua orang yang menanggapi gangguan itu secara serius. Kebanyakan orang mungkin memilih membeli obat di warung atau toko daripada berkonsultasi ke dokter. Cepat dan murah, tapi aman… belum tentu!

HATI-HATI KADALUARSA,

Bingung memilih obat yang akan dibeli ? wajar ! soalnya jenis obat yang beredar di pasaran jumlahnya ratusan. Namun secara garis besar, obat dibagi dua golongan, yaitu obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter atau disebut obat bebas dan obat bebas terbatas. Dan obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter meskipun sekarang obat yang masuk golongan kedua pun bisa diperoleh langsung tanpa resep dokter, tapi sebaiknya jangan dibasakan membeli obat ke dua tersebut tanpa konsultasi dokter sebelumnya, karena kesehatan kita yang jadi taruhannya.

Sebelum mengonsumsi pun kita mesti tahu betul waktu kedaluarsa obat tersebut. Seharusnya pada semua obat harus mencantumkan tanggal kadaluarsa jadi kita mesti memperhatikannya dengan baik. Obat kadaluarsa, bukannya menyembuhkan, malah bisa meracuni tubuh kita. Seandainya kita tidak yakin dengan tanggal kadaluarsanya, lebih baik jangan mengonsumsinya. Langsung buang saja.

Perhatikan juga tempat penyimpanannya. Kesalahan menyimpan obat bisa mempercepat kadaluarsa. Simpan obat di tempat sejuk dan kering. Selain itu jangan terkena cahaya matahari secara langsung. Hindari juga menyimpan beberapa obat dalam satu wadah. Misalnya, mengeluarkan sejumlah obat dari kemasan aslinya, kemudian menyimpannya di dalam satu botol. Selain bisa merusak obat itu sendiri kita juga akan kebingungan mengingat nama obatnya.

IKUTI ATURAN PAKAI,

Aturan pakai tidak hanya seputar petunjuk seperti “diminum tiga kali sehari”, tapi lebih kompleks dari itu. Kita kita juga harus tahu, apakah obat tersebut sebaiknya diminum sebelum dimakan atau sesudah makan. Obat anti nyeri seperti asetosal, asammefenamat dan diklofenak, dianjurkan diminum pada waktu makan atau sesaat setelah makan. Begitu juga dengan antibiotik macam metronidazool dan mitrofurantoin. Sebaliknya antibiotik seperti ampisilin justru wajib diminum sejam sebelum makan, atau dua jam sesudah makan. Karenanya, saat membeli obat, rajin-rajinlah bertanya kepada apoteker.

Selain memperhatikan aturan pakai, untuk obat bebas terbatas juga ada warning tertentu yang harus disimak. Seperti ‘dilarang menjalankan mesin, baik itu mesin kendaraan, maupun mesin pabrik’ kalau ada peringatan seperti ini, biasanya obat tersebut berpotensi menyebabkan kantuk, jadi jangan nekat menelannya.

Namun kadang-kadang, meski kita sudah mengikuti petunjuk dengan benar, masih saja ada jadwal minum obat yang terlewat. Kalau masih ada rentang waktu dua jam sebelum jadwal minum berikutnya, sebaiknya segera dikonsumsi tapi kalau sudah masuk jadwal berikutnya, dilewatkan saja, jangan malah mendobelkan dosis. Karena sangat berbahaya.

PERHATIAN-PERHATIAN,

Setelah mencermati tanggal kadaluarsanya dan aturan pakai, ada hal-hal lain yang tidak kalah penting buat diperhatikan.

1. Jangan asal campur,
Disaat yang bersamaan, kita mungkin menderita dua penyakit yang berbeda, misalnya sakit kepala dan maag. Kita bisa mengonsumsi dua obat berbeda sekaligus selama obat tersebut adalah obat bebas, namun harus dihindari mengonsumsi lebih dari dua obat sekaligus. Pasalnya, semakin banyak pencampuran , dikhawatirkan akan mempengaruhi reaksi obat. Bisa-bisa, berbagai obat tadi justru membentuk zat lain yang tidak berkhasiat.

2. Beda lagi dengan obat keras. Biasanya apoteker atau asisten apoteker sudah mengatur jadwal minum obat sedemikian rupa. Bila ada obat yang tidak boleh dikonsumsi bersamaan, semua telah dicantumkan dalam aturan pakai karenanya, kalau kita lagi menggunakan obat lain di luar resep, jangan lupa memberi tahu apoteker atau dokter yangbersangkutan. Begitu juga,kalau kita punya riwayat alergi, punya masalah kesehatan atau menderita penyakit lain, lagi hamil, diet rendah gula, rendah garam dan diet lainnya.

3. Harus habis!
Khusus untuk antibiotik, harus dikonsumsi hingga habis. Karena kalau tidak, bibit penyakit dalam tubuh justru akan kebal antibiotik tersebut. Kalau dikemudian hari kita mengalami sakit seerupa, obat yang harus kita minum pun harus naik tingkat alias lebih keras lagi.

4. Dilarang bagi-bagi,
Kalau kita mendapat resep obat keras dari dokter, resep tersebut hanya boleh digunakan oleh kita. Jadi, kalau ada teman atau kenalan sakit dengan gejala serupa, kita dilarang keras bagi-bagi obat ke mereka. Soalnya kondisi orng lain sudah pasti berbeda. Obat yang sama belum tentu cocok bagi orang lain, walaupun mujarab bagi diri kita.


Sumber :
http://pusatmedis.com/salah-obat-bisa-fatal_246.htm

Sumber Gambar:
http://www.adlife.spb.ru/news/201.shtml

Alkohol dalam Obat Batuk


Batuk merupakan salah satu penyakit yang cukup sering dialami banyak kalangan. Sehingga batuk diidentikan sebagai reaksi fisiologik yang normal. Batuk terjadi jika saluran pernafasan kemasukan benda-benda asing atau karena produksi lendir yang berlebih. Benda asing yang sering masuk ke dalam saluran pernafasan adalah debu. Gejala sakit tertentu seperti asma dan alergi merupakan salah satu sebab kenapa batuk terjadi.

Obat batuk yang beredar di pasaran saat ini cukup beraneka ragam. Baik obat batuk berbahan kimia hingga obat batuk berbahan alami atau herbal. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari sirup, tablet, kapsul hingga serbuk (jamu). Terdapat persamaan pada semua jenis obat batuk tersebut, yaitu sama-sama mengandung bahan aktif yang berfungsi sebagai pereda batuk. Akan tetapi terdapat pula perbedaan, yaitu pada penggunaan bahan campuran/penolong. Salah satu zat yang sering terdapat dalam obat batuk jenis sirup adalah alkohol.

Temuan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar obat batuk sirup mengandung kadar alkohol. Sebagian besar produsen obat batuk baik dari dalam negeri maupun luar negeri menggunakan bahan ini dalam produknya. Beberapa produk memiliki kandungan alkohol lebih dari 1 persen dalam setiap volume kemasannya, seperti Woods, Vicks Formula 44, OBH Combi, Benadryl, Alphadryl Expectorant, Alerin, Caladryl, Eksedryl, Inadryl hingga Bisolvon.

Penggunaan alkohol dalam obat batuk merupakan polemik tersendiri, terutama di kalangan umat Islam. Bolehkah alkohol digunakan dalam obat batuk? Apakah sama statusnya dengan alkohol pada minuman keras? Sebenarnya apa sih fungsi alkohol ini?

Menurut pendapat salah seorang pakar farmasi Drs Chilwan Pandji Apt Msc, fungsi alkohol itu sendiri adalah untuk melarutkan atau mencampur zat-zat aktif, selain sebagai pengawet agar obat lebih tahan lama. Dosen Teknologi Industri Pertanian IPB itu menambahkan, Berdasarkan penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak memiliki efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan frekuensi batuk yang kita alami.

Sedangkan salah seorang praktisi kedokteran, dr Dewi mengatakan, Efek ketenangan akan dirasakan dari alkohol yang terdapat dalam obat batuk, yang secara tidak langsung akan menurunkan tingkat frekuensi batuknya. Akan tetapi bila dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan ketergantungan pada obat tersebut. Berdasarkan informasi tersebut sebenarnya alkohol bukan satu-satunya bahan yang harus ada dalam obat batuk. Ia hanya sebagai penolong untuk ekstraksi atau pelarut saja.

Sebenarnya pada kondisi darurat, obat yang mengandung bahan haram atau najis bisa digunakan. Definisi darurat dalam pandangan fiqih adalah bilamana nyawa seseorang sudah terancam dan pada kondisi tersebut tidak ada alternatif lain yang bisa menyembuhkannya. Pandangan darurat terhadap penggunaan alkohol dalam bahan obat-obatan saat ini merupakan hal yang cukup penting. Terutama dikaitkan dengan status halal dan haramnya. Berdasarkan hasil rapat komisi fatwa pada bulan Agustus 2000 disebutkan bahwa semua jenis minuman keras haram hukumnya, segala sesuatu yang mengandung alkohol itu dilarang karena haram dan minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1 persen, termasuk dalam obat-obatan, tak terkecuali obat batuk.

Penggunaan alkohol berlebih akan menimbulkan efek samping. Chilwan Pandji mengatakan, konsumsi alkohol berlebih akan menimbulkan efek fisiologis bagi kesehatan tubuh, yaitu mematikan sel-sel baru yang terbentuk dalam tubuh. Selain itu juga efek sirosis dalam hati, dimana jika dalam tubuh manusia terdapat virus maka virus tersebut akan bereaksi dan menimbulkan penyakit hati (kuning). Selain haram, penggunaan alkohol dalam obat akan lebih banyak menimbulkan mudharat daripada manfaatnya. Chilwan Pandji menambahkan bahwa pada saat ini telah ditemukan berbagai macam obat alternatif yang memiliki fungsi sama dengan obat batuk yang mengandung alkohol tersebut.

Bahan obat batuk ini biasanya berasal dari tumbuhan atau sering disebut obat herbal, dimana diketahui tidak membutuhkan alkohol dalam pelarutan zat-zat aktif, tetapi dapat menggunakan air sebagai bahan pelarut. Obat batuk herbal yang berasal dari bahan alami ini pada dasarnya tidak berbahaya, dan dari segi kehalalannya sudah lebih dapat dibuktikan. Dengan banyaknya alternatif obat batuk non alkohol itu maka aspek darurat sudah tidak bisa digunakan lagi. Oleh karena itu sebaiknya kita cari obat batuk non alkohol dan mulai meninggalkan yang beralkohol. Dengan demikian obat yang kita konsumsi terbebas dari bahan haram dan najis.


Sumber :
http://www.halalguide.info/2008/12/08/alkohol-dalam-obat-batuk/
8 Desember 2008

http://el850211.spaces.live.com/blog/cns!428527898232D624!1389.entry

Cerdas Memilih Obat Bebas


Memang dosis obat yang dijual bebas terbilang aman. Namun, kita tetap perlu cermat memilih dan memerhatikan aturan pemakaiannya, apalagi pada dasarnya semua obat sama, bisa menjadi racun pada pemakaian berlebihan atau berkepanjangan.

Itu sebabnya, Anda perlu memastikan apakah obat bebas yang dikonsumsi benar-benar aman. Pasalnya, banyak juga obat bebas yang sebenarnya membutuhkan resep dokter, tetapi bisa dibeli secara bebas. Lalu, bagaimana memilih obat warung yang terbaik dan berkhasiat tanpa merusak diri?

1. Hanya untuk pertolongan pertama
Obat bebas yang dijual di warung sekalipun adalah obat legal. Malah kita dianjurkan agar selalu menyimpan obat bebas, seperti obat demam, flu, batuk, dan oralit, di kotak obat sebagai persediaan untuk pertolongan pertama. Namun, bila gejala sakit masih berlanjut hingga 2 hari, Anda harus segera berkonsultasi ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

2. Ketahui kandungan obat
Sebelum meminum obat, kita perlu mengetahui kandungan yang terdapat dalam obat tersebut. Hal ini untuk memastikan agar kita tidak memiliki alergi terhadap kandungan obat.

3. Sesuaikan dengan penyakit
Misalnya, saat Anda batuk, perhatikan apakah batuk tersebut termasuk jenis batuk kering atau batuk berdahak. Begitu pula jika Anda terserang flu. Anda dapat mendeteksinya. Jika flu mengeluarkan cairan encer, maka itu biasanya disebabkan oleh virus. Untuk bisa sembuh, Anda hanya perlu cukup istirahat, minum banyak air, dan makan makanan bergizi. Jika cairan kental, maka itu berarti flu yang disebabkan oleh bakteri dan perlu diatasi dengan minum antibiotik dari dokter.

4. Dosis harus pas
Gunakan obat sesuai dosis yang tertera dalam kemasan. Hindari mengonsumsi kandungan tertentu dari obat dengan dosis dua kali lipat atau lebih. Pasalnya, banyak orang mengonsumsi obat flu dan obat sakit kepala bersamaan sehingga kandungan parasetamol yang terdapat dalam kedua obat itu masuk ke tubuh dengan dosis ganda.

5. Perhatikan komposisi
Dalam memilih obat warung, perhatikan juga komposisinya. Misalnya, Anda memiliki masalah gangguan perut. Untuk itu, Anda sebaiknya menghindari obat-obatan yang mengandung asetosal, ibuprofen, dan asam mefenamat. Pilihlah acetaminophen atau parasetamol. Jika Anda sering mengalami sakit kepala disertai mual, sebaiknya minum obat antimual terlebih dahulu.

6. Jika bersamaan dengan obat resep
Jika Anda terbiasa minum obat warung, sementara saat ini Anda sedang mengonsumsi obat resep, maka tanyakan pada dokter atau apoteker sebelum mengonsumsi obat warung. Pasalnya, obat warung dapat berinteraksi dengan obat-obatan yang diresepkan dokter.


Sumber :
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/12/11/13425030/Cerdas.Memilih.Obat.Bebas
11 Desember 2009

Sumber :
http://www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe=detail&detail=19497

Dosis Obat Hendaknya Disesuaikan Bobot Tubuh

Dosis obat untuk anak-anak selalu disesuaikan dengan berat badan dan usia sehingga anak akan mendapat takaran obat yang pas. Namun tidak demikian halnya dengan orang dewasa, semua dosis berlaku rata untuk setiap pasien tak peduli apakah pasien itu kurus atau gemuk.

Sejumlah pakar menilai hal itu keliru. Dalam jurnal kesehatan The Lancet, mereka berpendapat dosis antibiotik seharusnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Dosis obat yang tinggi diberikan untuk pasien yang gemuk.

Dr.Matthew E. Falagas, direktur Alfa Institute of Biomedical Science, Yunani dan profesor ilmu kedokteran dari Tufts University School of Medicine, Boston, Amerika Serikat adalah salah satu penggagas dosis obat itu. Dr.Falagas yang memiliki berat badan 89,8 kg dan tinggi 182 cm menggunakan dirinya sendiri bersama mahasiswinya yang memiliki berat 54,4 kg dan tinggi 152 cm sebagai contoh.

"Bila kita didiagnosis radang paru atau bronkhitis di rumah sakit New York setiap pasien akan mendapat dosis antiobiotik yang sama. Padahal seharusnya saya menerima dosis dua kali lebih besar daripada mahasiswi saya," kata Dr.Falagas.

Meskipun dosis berbagai obat kanker dihitung berdasarkan berat badan karena sifat racunnya, namun menurut Dr.Falagas tidak ada pedoman bagi para dokter dalam membuat resep obat berdasarkan bobot tubuh pasien.

Resep obat yang tidak pas dengan berat badan tersebut diyakini Dr.Falagas sebagai penyebab banyaknya pasien yang terkena infeksi pasca operasi, meskipun dokter sudah memberi antibiotik pencegah infeksi.

Perubahan takaran antibiotik akan meningkatkan efektivitas dan keamanan obat, sekaligus mengurangi faktor resistensi bakteri. Selain itu, hal ini akan membuat perusahaan farmasi membuat obat dalam berbagai bentuk, mulai dari yang cair hingga tablet dalam berbagai ukuran.


Sumber :
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/25/14550216/Dosis.Obat.Hendaknya.Disesuaikan.Bobot.Tubuh
25 Januari 2010

Prinsip Enam Benar dalam Pemberian Obat

Dalam memberikan pengobatan kita sebagai perawat harus mengingat dan memahami prinsip enam benar (dulu lima benar) agar kita dapat terhindar dari kesalahan dalam memberikan obat, prinsip enam benar tersebut akan kita bahas dalam postingan kali ini, namun ada baiknya juga kita mengetahui peran masing-masing profesi yang terkait dengan upaya pengobatan tersebut.
Peran Dokter dalam Pengobatan

Dokter bertanggung jawab terhadap diagnosis dan terapi. Obat harus dipesan dengan menulis resep. Bila ragu tentang isi resep atau tidak terbaca, baik oleh perawat maupun apoteker, penulis resep itu harus dihubungi untuk penjelasan.
Peran Apoteker dalam Pengobatan

Apoteker secara resmi bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi obat.selain itu apoteker bertanggung jawab atas pembuatan sejumlah besar produk farmasi seperti larutan antiseptik, dan lain-lain.

Peran penting lainnya adalah sebagai narasumber informasi obat. Apoteker bekerja sebagai konsultan spesialis untuk profesi kedokteran, dan dapat memberi nasehat kepada staf keperawatan dan profesi kesehatan lain mengenai semua aspek penggunaan obat, dan memberi konsultasi kepada pasien tentang obatnya bila diminta.
Peran Perawat

Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.

Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.

Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
Prinsip Enam Benar

1.Benar Pasien

Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

2.Benar Obat

Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.

Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

3.Benar Dosis

Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !

4.Benar Cara/Rute

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.

Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).

Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.

Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.

Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.

5.Benar Waktu

Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

6.Benar Dokumentasi

Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat

Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 - 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.

Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.
Kesalahan Pemberian Obat

Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah.

Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.
Pedoman KIE Perawat kepada Pasien atau Keluarga

Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes melitus, dan lain-lain.

Mengapa Pasien Tidak Patuh dalam Meminum Obatnya ?

Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan itu.
Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya.
Sukarnya memperoleh obat tersebut di luar rumah sakit.
Mahalnya harga obat.
Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab atas pemberian obat itu kepada pasien.

Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu memberikan KIE kepada pasien maupun keluarga tentang :

Nama obatnya.
Kegunaan obat itu.
Jumlah obat untuk dosis tunggal.
Jumlah total kali minum obat.
Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum bersama susu)
Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
Rute pemberian obat.
Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin.
Cara penyimpanan obat, perlu lemari es atau tidak
Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau tidak


Sumber :
http://nursingbegin.com/prinsip-enam-benar-dalam-pemberian-obat/
18 April 2009

Tips Memberi Obat Pada Balita

Ketika si buah hati Anda sedang sakit tentu kita akan sangat sedih dan berusaha terbaik agar si buah hati cepat sembuh. Ketika kita akan memberi obat pada balita, tentu kita akan merasakan betapa repotnya. Karena bayi tidak bisa meminum obat dengan langsung seperti halnya pada orang dewasa. Sering kali dia akan melakukan aksi-aksi penolakan terhadap obat itu seperti menutup mulut, berontak, atau bahkan memuntahkan kembali obat yang sudah masuk ke mulutnya. Adakalanya obatnya berupa sirup yang terasa manis dan terkadang berasa buah. Nah pasti orang tua harus ekstra sabar didalam memberi obat pada balita. Tips memberi obat pada balita yang ada dibawah ini mungkin bisa dicoba:

1. Memberikan obat pada bayi:
- Gendonglah bayi ketika diberi obat. Posisi menggendongnya, kepala berada lebih tinggi ketimbang badan, agar si bayi tidak tersedak yang bisa berakibat obat masuk ke dalam paru-paru.
- Karena bayi biasanya susah diam, mintalah bantuan orang dewasa atau anak yang lebih besar untuk menenangkannya. Kalau tidak ada orang lain, Anda bisa membungkus tangan dan tubuh bayi dengan selimut agar tangan si bayi tak mengganggu Anda.
- Jika bayi sering memuntahkan kembali obat yang diminumnya, mintalah bantuan seseorang untuk membuka mulutnya dengan lembut. Lalu, dengan lembut pula masukkan obat ke dalam mulut bayi.
- Pemberian obat, yang biasanya berbentuk cair, itu bisa menggunakan sendok atau pipet:
Bila menggunakan sendok, letakkan sendok yang telah disterilkan dan diisi obat pada bibir bagian bawah. Angkat sedikit sendoknya agar obat mengalir ke dalam mulutnya.
Bila menggunakan pipet, isilah pipet dengan sejumlah obat yang sesuai dengan petunjuk dokter. Letakkan pipet obat di sudut mulut bayi dan keluarkan obat perlahan-lahan.

- Pemberian obat tetes untuk hidung, mata, dan telinga pada bayi juga perlu kiat khusus:
Obat tetes hidung:
Tengadahkan sedikit kepala bayi. Perlahan teteskan obat ke setiap lubang hidung.
Hitung jumlah tetesan yang masuk ke hidung. Dua atau tiga tetes biasanya sudah cukup.
Obat tetes mata:
Miringkan sedikit kepala bayi, hingga mata terinfeksi berada di bawah. Dengan cara ini tetesan obat tak mengalir masuk ke mata sehat.
Perlahan tariklah kelopak mata bawah agar obat dapat mudah mengalir.
Obat tetes telinga:
Baringkan bayi pada salah satu sisi dengan lubang telinga terinfeksi berada di atas. Teteskan obat ke dalam lubang telinga yang sakit.
Buat bayi tetap diam agar obat benar-benar masuk ke lubang telinga bagian dalam.

Sebelum obat tetes tersebut diberikan, ada baiknya hal-hal berikut ini diperhatikan:
a. Rendam obat tetes dengan posisi tegak dalam tabung berisi air suam-suam kuku selama beberapa menit, agar ketika diteteskan dan masuk ke lubang hidung atau telinga, anak tidak terlalu kaget.
b. Jangan sentuhkan obat tetes ke hidung, telinga, atau mata agar bakteri tidak berpindah ke dalam botol obat.
c. Perhatikan batas waktu pemakaian obat itu. Obat kadaluwarsa akan memperburuk peradangan atau kondisi bayi yang diobati.

2. Memberikan obat pada anak-anak:
- Mintalah anak menutup lubang hidung saat meminum obat agar rasa obat tak terlalu keras.
- Campurlah obat, terutama yang berupa tablet, dengan sirup atau madu agar tak terasa pahit.
- Jangan larutkan obat dengan air di gelas karena ada kemungkinan obat mengendap dan tak terminum si anak.
- Mintalah anak untuk menggosok gigi setelah meminum obat yang manis agar tidak menempel di gigi.


Sumber :
http://www.f-buzz.com/2008/10/09/tips-memberi-obat-pada-balita/
9 Oktober 2008

Kemkes Tetapkan Harga Baru Obat Generik

Kementerian Kesehatan (Kemkes) meminta pabrik obat dan pedagang besar farmasi (PBF) menetapkan harga obat Generik berdasar harga neto apotek (HNA) dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai patokan harga tertinggi. Apotek pun diminta menjual obat generik berdasarkan harga eceran tertinggi.

"Tetapi dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat generik, pabrik obat dan PBF dapat menambahkan biaya distribusi maksimum sebesar 5% untuk Regional I-II, 10% untuk Regional III dan 20% untuk Regional IV," demikian rilis dari Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, Jakarta (6/2/2010).

Regional I meliputi provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Lampung dan Banten. Regional II yaitu provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat. Regional III, provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Gorontalo. Sedangkan Regional IV meliputi provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Sementara itu, pihak apotek, RS dan sarana pelayanan kesehatan lainnya yang melayani penyerahan obat generik juga harus menggunakan harga eceran tertinggi (HET) sebagai harga patokan tertinggi dan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

Jenis obat obat generik yang dimaksud meliputi 453 item, antara lain obat malaria ACT (Artesunate tablet 50 mg + Amocliaquine anhydrida tablet 200 mg, kemasan 2 blister @ 12 tablet/kotak) dengan HNA+PPN Rp 33.000 dan HET Rp 41.250.

Lalu, obat maag Aluminium Hidroksida 200 mg, Magnesium Hidroksida 200 mg, kemasan botol 1000 tablet kunyah, dengan HNA+PPN Rp 30.530 dan HET Rp 38.163. Antasida DOEN 1 tablet kunyah (kombinasi: Aluminium Hidroksida 200 mg, Magnesium Hidroksida 200 mg, kotak 10x10 tablet kunyah) dengan harga HNA+PPN sebesar Rp 9,117 dan HET Rp 11.396.

Kemudian penghilang sakit Antimigren (Ergotamin Tartrat 1 mg + Kofein 50 mg, kemasan botol 100 tablet, dengan harga HNA+PPN Rp 10.280 dan HET Rp 12.850. Diazepam tablet 2 mg (kemasan botol 1000 tablet) harga HNA+PPN Rp 19.800 dan HET Rp 24.750.

"Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri No. 302/Menkes/SK/III/2008 tentang Harga obat generik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi," demikian rilis. (amd/fay)


Sumber :
Amanda Ferdina - detikNews
http://www.detiknews.com/read/2010/02/06/162800/1294362/10/kemkes-tetapkan-harga-baru-obat-generik
6 Februari 2010